Rabu, 16 Maret 2011

Judi Bola Termasuk Korupsi

Berbicara tentang sepakbola memang selalu menyenangkan. Ada banyak cerita yang ditawarkan dari si bola bundar tersebut. Soal indahnya sebuah kemenangan dan getirnya kekalahan. Belum lagi perilaku suporter yang ‘ajaib’ saat memberikan dukungan.

Idiom bola itu bundar, hingga tidak ada satupun yang dapat memastikan hasil akhir juga menjadi daya tarik sendiri. Tidak heran banyak orang yang bertaruh untuk sebuah hasil akhir permainan.

Dan kegilaan menonton sepakbola ditambah dengan kesilauan mendapatkan uang menghasilkan pecandu judi bola.

Tapi kini ada kabar yang kurang mengenakan bagi para penggila judi bola. Kegiatan judi bola disebut sebagai salah satu bentuk tindak pidana korupsi. Karena keterbiasaan buruk tersebut, mereka bisa masuk ke dalam penjara.

Hal itu diatur dalam RUU Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. RUU itu sendiri masih pemerintah dan belum dibahas di DPR.

Memang isu pengaturan skor kerap muncul dalam sebuah pertandingan. Ketika Final AFF 2010, isu tidak sedap ini muncul ketika timnas kalah di partai tandang melawan Malaysia. Atau di ISL, pengurus klub Persib pernah mengancam akan masuk LPI karena merasa selalu ‘dikerjai’ di setiap pertandingan.

Kenapa judi bola bisa masuk dalam ranah korupsi? Karena dalam judi bola, bandar akan melakukan segala cara untuk meraih keuntungan. Mulai dari pengaturan skor, menyuap wasit atau pemain. Jika si pelakunya menggunakan fasilitas Negara untuk memuluskan langkahnya, maka masuklah ia ke dalam ranah korupsi.

Pemerintah berharap, dengan dimasukkan judi bola ke dalam RUU Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, dapat membantu meningkatkan kondisi olahraga, termasuk sepakbola.

Tapi di saat pemerintah mencoba memberantas judi bola. Salah seorang terkaya di Indonesia, Putra Sampoerna justru menjadi pemilik salah satu rumah judi terbesar di dunia. Siapa sih yang tidak kenal Mansion? Rumah judi itu memiliki omset yang sangat besar, bahkan pernah menjadi sponsor klub Tottenham Hotspur. Dia menjadi penyandang dana bagi klub di Inggris itu setelah gagal mendekati MU.

Memberantas judi memang susah. Di kala senggang menunggu penumpang, saya pernah melihat tukang becak bermain gaple. Karena menggunakan uang sebagai taruhan, menurut saya itu judi.  Sambil menunggu suami pulang dari melaut, istri nelayan bermain kartu. Istilah mereka adalah “yasinan kecil”. Entah apa maksud mereka memilih istilah yasinan kecil untuk kegiatan tersebut.

Pemerintah sendiri di era 80-an, pernah menerbitkan karcis Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB). Masyarakat bisa membeli dengan bebas karcis tersebut, dan jika nomor yang dipasangnya tepat maka mereka akan mendapatkan uang. Dalam salah satu sumber, pernah disebut kalau dari bisnis ini, Sigit mendapatkan jutaan dolar setiap pekan.

Memang bukan perkara mudah untuk memberantas korupsi. Banyak orang dan kepentingan yang terlibat. Saya bukannya pesimistis, tapi mencoba realistis. Korupsi, terutama dalam bentuk judi akan sangat susah diberantas. Tapi susah bukan berarti tidak mungkin.



Gambar pinjam di sini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar